Jangan Takut Gagal



           


Bung02

Author: Bung Komik
Jan 30, 2013
Tidak semua orang berani mengambil keputusan menjadi pengusaha apalagi menjamin kesuksesan sehingga butuh kebulatan tekad dan kecermatan. My shifu di Unisyn, Aki, pernah mengatakan syarat sebagai seorang pengusaha adalah harus tajam melihat peluang, berani mengambil keputusan dan motivasi diri untuk berkembang pesat. Ada satu lagi pra-syarat yang beliau selalu tambahkan: courage atau keberanian. “Agar sukses, kita jangan takut untuk gagal dengan target-target yang sudah ditetapkan,” kata beliau. Perguruan mendidik kami semua untuk selalu menggunakan cara yang beda dan lain dari yang dilakukan oleh kebanyakan orang.
Sebelum sukses seperti sekarang, saya telah mengalami perjuangan panjang yang sulit dan susah, menderita. Itulah sebabnya ‘mental toughness’ dibentuk dalam pelatihan fisik yang keras agar kami bukan lagi menjadi manusia bermental cengeng. Di awal bisnis Play Station saya mulai hanya dengan 2 alat PS, 1 TV 21 inci belum layar datar (belum bisa untuk bermain bilyar diatasnya, sesuai iklannya…) dan 1 TV 19 inci punya sendiri. Itu artinya dengan bisnis PS dimulai, kami semua tidak ada tv lagi di rumah. Anak saya saking ingin nonton serial Sinchan sampai harus menginap di rumah cici (kakak) saya. Pernah sewaktu sedang kantong kosong, PS lagi sepi, anak saya minta dibelikan pempek dan uang ditangan saya hanya tertinggal Rp 10 ribu. Akhirnya saya belikan satu, itu pempek dibelah dua, 1 buat anak dan 1 lagi buat Memey, istri saya. Sedangkan saya sendiri tidak makan. Juga entah sudah berapa bungkus mie instan yang kami makan bukan hanya di pagi hari, melainkan di siang dan malam hari. Soal tidak layak pakan? Makanan instan? Ada bahan pengawet? MSG? Kami lupakan dulu meski kami tahu itu berbahaya karena yang penting ada makanan bisa masuk ke perut.
Untungnya kebetulan kokoh saya tertua lebih dulu berhasil kaya. Dia punya villa di Puncak. Jadi tiap program Away Weekend yang wajib diikuti murid Unisyn, saya gunakan selalu disitu. Tempat gratis, kesananya ’ngeteng’ pakai kendaraan umum bersama coach. Lalu makannya?
Sudah sampai di villa jam 15, coach mengira saya sudah makan siang. Selagi latihan, coach mendengar ada suara ’keroncong’ dari perut saya. Belum makan siang karena sebagian besar uang yang saya punya sengaja saya tinggalkan buat anak istri di Jakarta. Saya bawa ala kadarnya saja untuk selama program AW. Akhirnya latihan dipending dulu. Coach belikan saya makanan. Sudah tentu sekalian belikan buat makan malam dan paginya. Bukan hanya itu. Kalaupun lagi tidak AW dan coach sedang beri saya konseling (O3), beliau tidak pernah lupa menanyakan ke saya:”Wiek, lagi ada uang berapa sekarang di dompet?”. Karena beliau tahu uang saya hanya adanya di dompet. Tidak usahlah tanya berapa yang dismpan di bank karena memang tidak ada. Begitu tahu dompet saya lagi ”gelap”, beliau langsung menaruh uang minimal Rp 500 ribu. Saya pernah sampai sampai sebelum uang itu mendarat di dompet saya segera saya rebut dulu dari tangan coach. Bukan kenapa kenapa, hanya untuk lebih dulu mencium uang itu, tempelkan ke dahi saya sambil berucap “kamsiah” atau “tou tse” ke Tien (Tuhan) dan coach; karena memang saya lagi betul betul membutuhkannya. Lain waktu, coach pernah bertandang ke rumah kontrakan saya di kawasan Petak 9. Begitu masuk bukannya langsung duduk di sofa kami yang sudah ada tambal sulamnya melainkan langsung menuju dapur, lihat apa saja yang kami masak, termasuk periksa tempat beras. Begitu beliau lihat istri saya cuma masak muntahu, tempat beras kosong melompong, beliau langsung kasih uang ke Memey Rp 1 juta buat beli beras. Memey langsung terima itu uang sambil berlutut dan nangis di depan guru saya. Disitu makanya saya sampai kapanpun tidak akan melupakan coach saya. Dia itu pahlawan bagi saya dan keluarga saya.
Mungkin sebagai murid Unisyn saya agak berbeda dibanding murid lain dalam soal kepatuhan dan pelaksanaan. Jika murid lain baru bekerja setelah mendapat pengarahan dari coach, saya justru selalu haus akan ilmu, saya akan tanya dulu dan minta instruksi selanjutnya dari coach. Karena apa yang diperintahkan selalu tanpa reserve segera saya realisasikan, tanpa ba-bi-bu lagi. Saya hanya tamat SMA, bodoh. Kalau anak anak lain berjuang untuk bisa lulus diterima di perguruan tinggi, saya untuk lulus SMA saja harus berjuang keras. Saya sadar saya bukan orang pintar. Jadi buat apa berlaku sok tahu. Saya ikut saja arahan suhu, namanya saja orang bodoh yang ingin pintar.
Hasilnya memang kelihatan kemudian, tidak lama….
Read More...