Mendahulukan Siswanya

Posted on
  • Sunday, February 5, 2012
  • by
  • Universal Synergy
  • in
  • Author: Susiana Rusanti
    Susi27b
    Miris! Begini Cara Seorang coach Membahagiakan siswanya..
    Kehidupan coach saya tidaklah selalu bagus sebagaimana manusia umumnya. Coach pernah menduduki posisi penting sebagai seorang Financial Controller di sebuah hotel bintang 5 di daerah Seminyak, Bali. Hotel yang merupakan kerja sama Grup Medco dengan sebuah chain hotel di Jepang. Gaji beliau saat itu setaraf dengan seorang expatriate, dalam US$. Tetapi semua tahu kehidupan tidaklah selalu mulus. Karena kuat pada prinsipnya, coach dipecat dari tempat tersebut dan masih beruntung hanya dalam hitungan minggu diterima bekerja di anak perusahaan Bakrie, tepatnya dimiliki oleh bu Odie Bakri. Satu satunya dari keluarga Bakrie yang wanita. Disini coach harus menerima kenyataan gajinya turun drastis hingga 10% saja.
    Sekitar tahun 1996 atau hanya setahun setelah pertemuan saya dengan coach ditemani Nadia Lebedev saat itu di hotelnya, saya menemuinya sesuai dengan commitment saya untuk mulai perlatih materi perguruan dan kali itu merupakan pertemuan pelatihan ke 9. Saya sudah tahu coach pindah ke Jakarta dan bekerja di tempat yang baru sebagai Product Manager. Tapi seperti biasa sebelum ketemu kami janjian dulu lewat telpon. Jadi saya interlokal ke kantornya. Saya katakan akan ke Jakarta untuk berlatih T3. Suara coach menanggapi keinginan saya ini tetap semangat seperti biasanya tetapi terdengar sekali agak terbata bata.
    “Susi akan menginap disini?”
    “Ya dong. Dimana lagi Susi bisa menginapnya?” jawab saya. Lama dia tidak berkata apa apa hingga baru melanjutkan “Oke deh. Nanti menginap di kost saya saja”, kemudian telpon ditutup. Saya mengenal coach. Sudah beberapa kali kami menginap di kaki gunung bersama, berkemah. Coach selalu jaga hubungan. Dia tidak pernah mau menyentuh badan saya, memegang tangan saya pun tidak apalagi menyengaja tidur satu tenda dengan saya, karena tendanya hanya satu. Tapi untuk kali ini saya pasrah apapun yang terjadi. Saya akan menginap di kamar kostnya…
    Hujan tidak kunjung berhenti setiba saya di Jakarta dan hari sudah maghrib. Akhirnya saya memutuskan menerobos hujan, karena hari sudah malam… Sesampai di kostnya coach, beliau sudah menunggu di depan rumah, di jl Wedana – Kampung Melayu. Bangunan kost sebagian besar terbuat dari kayu dan bertingkat. Saya diperkenalkan ke ibu kostnya dan entah bagaimana cara coach sebelumnya bercerita mengenai saya ke siibu yang jelas ibu kost sangat positif menerima saya.
    Image result for kost jalan wedana
    Coach tidak mengajak masuk melainkan mengajak saya makan malam dulu. Kebetulan deh, perut sudah tidak bisa diajak kompromi. Kami mampir di warung nasi tenda dipinggir jalan, pesan nasi goreng, tapi herannya hanya 1 piring saja. Ternyata hanya untuk saya, coach tidak makan, katanya sih dia membiasakan tidak makan malam. Jadi coach hanya melihat saya menikmati makanan itu.
    Sesekali saya dan coach seperti biasa tertawa karena memang coach saya senang bercanda. Saya perhatikan, wajah sang coach, walau tampak kelelahan terlihat senyum bahagia di wajahnya melihat saya makan lahap.
    Lalu dia berkata..
    ”makan yang kenyang ya, Sus..” Saya mengangguk, tersenyum.
    Kemudiannya kami masuk ke rumah kost lagi dan kamar yang ditempati coach saya di lantai paling atas, lantai 3 dan di lantai ini waktu kami sampai masih gelap, harus dinyalakan dulu lampunya. Ada sekitar 8 kamar di lantai itu, tapi kosong semua. Tidak ada yang mau tidur di lantai itu. Konon, penghuni kost di lantai bawah bercerita ke coach saya alasan tidak ada yang mau disitu karena selalu yang tidur di lantai itu diganggu makhluk halus. Agaknya makhluk halus tidak berpengaruh buat coach saya. Di depan setiap kamar itu disediakan kursi sofa dan meja kecil. Kemudian kamar kamar kost itu saling berhadapan dan itu artinya kursi kursi sofa di setiap kamar juga saling berhadapan. Diantara sofa yang berhadapan tersedia celah yang cukup lebar untuk orang berjalan. Disitulah saya berlatih optimizer. Cukup lega. Selesai latihan badan saya sudah lelah sekali. Masuk kamar dan pura pura tidur. Saya pikir coach akan menyusul, tidur disebelah saya, satu tempat tidur. Di tiap kamar kost itu disediakan double bed, jadi cukup buat tidur berdua. Ternyata coach pantang untuk itu. Dia langsung tertidur, tapi di kursi sofa. Menjauh dari saya.
    Image result for kost jalan wedana
    Selagi coach tertidur, sifat iseng menyelidiki kebiasaan saya muncul. Saya buka laci satu per satu, lemari, ke setiap sudut di kamar itu sampai saya temukan dompetnya coach. Saya lihat dan saya hitung uang yang ada disitu. Tidak banyak.
    Pagi pagi sekali saya agak kesiangan karena lelah latihan semalam dan bangunnya jam 6 pagi. Ternyata coach sudah pergi, Kata ibu kost sudah berangkat sejak jam 5 tadi dan selalu begitu setiap harinya. Saya bersiap siap untuk pulang ke Cianjur. Saya temukan di dalam tas tangan saya sebuah kantong kecil. Saya buka. Ternyata isinya ada uang dan surat dari coach yang dituliskan:”Susi, tidak seperti biasanya, saya hanya bisa kasih ongkos pulang ke kamu sebesar Rpxxx ini”. Saya hitung jumlah uangnya dan benarlah segitu. Sejumlah itu lebih dari cukup bagi saya untuk ongkos transport pulang sudah termasuk makan minum dalam perjalanan. Namun, satu hal yang bikin saya menangis, uang itu besarannya sekitar 90% dari yang saya hitung tadi malam. Jadi artinya coach dalam keadaan susah uangpun tetap masih berusaha mendahulukan saya. Saya bingung, bagaimana nantinya dia makan? Uang dari mana lagi? Karena saya tahu benar berapa gajinya saat itu dan itu masih pertengahan bulan….
    Saya terharu…Langsung terenyuh hati ini.
    Seorang coach, dengan keterbatasannya, berusaha memberi yang terbaik bagi muridnya.. Sepanjang perjalanan menuju Cianjur air mata ini terus mengalir.
    Kisah ini saya tulis, untuk bahan renungan..
    Itulah peristiwa sebelum kemudiannya coach bangkit lagi di segi keuangan pribadiya di tahun 1996 dia menjalankan bisnis sendiri, Manajemen Konsultan dan menjabat sebagai President Director; bekerja sama dengan mitranya orang Jepang bernama Hideho Ijichi.
    Tuhan sudah memberikan yg terbaik untuk saya saat ini…sudah memperoleh keadaan EF.
    Sungguh tak pantas bagi saya untuk membanggakan diri sudah EF..…
    Muka saya taruh dimana jika saya bersikap demikian, setiap kali memandang wajah coach saya…
    Rasa syukur mengantarkan rasa bahagia …”

    0 comments:

    Post a Comment

    Note: Only a member of this blog may post a comment.