Antara Kantin Salman dan Aragawa Tokyo

Posted on
  • Thursday, March 14, 2013
  • by
  • Universal Synergy
  • in

  • Author: Wiwiek Setyawan (Wie Kwong)
    Entah kenapa kami para siswa Unisyn yang sudah EF juga baru menyadari bahwa selama ini kota Bandung seakan ada magnetisme sendiri. Apakah itu diawali dari rekan Sonny WW yang setelah selesai kuliah di Jakarta kemudiannya pindah ke Bandung untuk memulai usaha bisnis bersama teman temannya, yang kebetulan sebagian besar kuliahnya di bandung; atau apakah karena rekan Susi R yang setelah menyelesaikan SMP lalu melanjutkan SMA di Bandung; atau kebetulan rekan Yuningsihpunya banyak saudara di Bandung; Nirmala yang mengambil sekolah kedokterannya di kota dingin itu… Saya sendiri ‘akibat’ pelatih saya sering berada di Bandung saya harus mengejarnya hingga kesana. Namun terlepas dari semua itu fakta bahwa Bandung itu benar benar kota Indah, bukan hanya gosip. Disamping itu menurut saya Bandung juga Indah karena Manusianya! yap! Bandung menjadi indah karena banyak orang kreatif disini.. apakah itu kalangan muda, anak-anak, dewasa, sampai kakek-nenek.. buktinya banyak seniman dan tokoh besar yang berasal dari kota ini.
    Image result for kantin masjid salman itb
    Kita kembali ke kota Bandung. Kalau sudah kangen Bandung, jika pas lagi di tanah air saya bisa tiba-tiba ke sana. Salah satu tempat yang bikin saya jadi kangen adalah makan siang di kawasan Masjid Salman ITB, yang sempat jadi kebiasaan saya jika ketemu coach pas sedang berada di sini. Saya selalu ingin bisa lagi dan lagi menikmati makan siang di dekat masjid dengan arsitektur yang indah itu. Meskipun saya bukan muslim dan bermata sipit saya tidak merasa ada halangan sedikitpun untuk mampir dan makan di sana, karena sudah terbiasa. Mbak-mbak pelayannya ada yang masih saya kenal. Di kantin yang istirahat saat jam adzan dzuhur ini, lumayan banyak pilihan makanan dan minuman dengan harga lumayan murah untuk kelas mahasiswa. Kantin Salman memang adalah alternatif bagi mahasiswa yang ingin mencari makan siang yang murah, sehat, dan banyak variasinya. Air putih gratis. Memang perlu berjalan kaki ke luar kampus menuju Masjid Salman. Cara makannya swalayan alias ambil sendiri menunya sesuai selera baru kemudian bayar.
    Image result for kantin masjid salman itb
    Menurut saya, ada dua keistimewaan kantin dilingkungan masjid Salman ITB ini. Pertama, ketika masuk shalat, kantin tutup. Kedua, jalur laki-laki dan wanita terpisah. Dinegeri yang berpenduduk mayoritas Islam ini, saya belum menemukan ada tempat makan seperti itu. Suasana kantin setelah shalat fardu zuhur cukup ramai, namun tetap memberi kenyamanan. Menu makanannya lumayan banyak. Ada nasi dengan aneka ragam lauk pauk. Ada aneka ragam  makanan ringan dan minuman.   Mulanya saya kurang sreg dengan menu masakan di sana, agak Sunda. Bagi lidah my coach yang masih ada keturunan Sunda apalagi bagi rekan Susi sudah tentu tidak masalah. Maklum selera makan saya agak payah bilamana tidak ketemu Chinese food. Tapi, lama-kelamaan akhirnya bisa juga saya menyesuaikan.
    Kita tinggalkan dulu Bandung sejenak, nanti kembali lagi. Saya mau bahas pengalaman saya dari hasil prospecting. Ceritanya saya merasakan salah satu faedah prospecting yang disebut “The Power of 500”. Dari mengenal si A saya jadi kenal A1 dan dari A1 saya bisa kenal A2. Saya tidak pernah merencanakan sebelumnya, saya mengenal seseorang dari hasil prospecting dan sesuai dengan prosedur follow up prospecting di perguruan saya kenali lebih dekat seseorang….katakan saja mas A. Ternyata saya dan mas A jadi teman dekat dan dalam sebuah kesempatan saya dikenalkan dengan mas B. Setelah lama mengenal mas B dan juga menjadi teman dekat barulah saya tahu bahwa mas B ini adalah anak seorang pejabat tinggi di negara kita. Lagi lagi, sesuai kode etik perguruan antara lain kurang lebih bunyinya:”jangan seenaknya memanfaatkan jalur prospecting” dari itu saya dan mas B berikut bapaknya, sebut saja pak B1 tetap saya jadikan teman dekat saja tanpa ada embel embel apa apa dari hasil perkawanan itu dan agaknya ini cukup membuat kesan yang baik bagi mas B dan bapak B1.
    Image result for bpk penabur pintu air
    Nah, ceritanya, dalam suatu acara reuni SMA saya (BPK Penabur 2 Jl Pintu Air Raya – Pasar Baru) yang diselenggarakan di resto Nelayan Seafood
    Restaurant – Manggala Wanabakti. Saya baru saja secara kebetulan bertandang ke rumah mas B dan bapak B1. Karena mereka tahu saya tidak pakai mobil dan ada acara reuni, sibapak yang kebetulan lagi mengarah ke Senayan ingin mengantarkan saya. Sesampainya di lokasi reuni, bukan soal dengan mobil apa saya datangnya tetapi teman teman melihat dengan siapa saya datangnya. Sudah tentu sebelum masuk restoran saya sudah diberondong pertanyaan oleh teman teman saya, ingin tahu bagaimana dan sejauh mana saya mengenal pak B1.
    Rupanya berita saya kenal pak B1 ini sampai ke telinga teman saya, Liong Chong meskipun waktu acara reuni itu dia tidak datang. Teman saya ini dari dulu sudah dikenal sebagai anak orang kaya. Ayahnya punya usaha industri kulit yang maju sekali. Tinggalnya di daerah Petojo Enclek. Si Liong ini tahu keadaan saya waktu sekolah SMK (SMA Kristen). Bisa dibilang mungkin murid disitu yang paling miskin cuma saya, jadi tidak sulit buat mengingat saya; Komik Rental. Banyak orang kenalnya saya dan keluarga yang punya Taman Bacaan. Untuk info, dulu saya punya Taman bacaan dimana disitu saya sewakan banyak ragam komik. Makanya saya dijuluki bung Komik. Dulu saya dikenal paling gigih kalau nagih buku yang sehari saja telat balik. 
    Dari info saya kenal pak B1 ini si Liong ingin dikenalkan. Karena setelah dia selesai kuliahnya di Amerika dia dipercaya meneruskan bisnis ayahnya dan agaknya dia ingin kenal pak B1 supaya dapat kangtau. Siingkatnya dia dapat nomor HP saya dan minta ketemu. Saya bilang sedang ada di Bandung. Eh, tidak disangka detik itu juga dia susul saya ke kota kembang ini. Saya perkirakan dia akan ketemu saya pas jam makan siang.
    Benarlah, pas saya lagi asyik menikmati makan siang di kantin Salman dia datang. Awalnya dia ragu ragu menemui saya di dalam kantin tapi saya yakinkan dia tidak masalah sama sekali bagi orang di sekitar sini ada tamu yang bermata sipit. Akhirnya dia beranikan diri.
    Image result for Suis Butcher Steak House
    Begitu mendapatkan saya di dalam kantin kelihatan sekali dia heran setengah tidak percaya saya bisa makan di kantin itu. Bukan soal makanan dan tempatnya yang sederhana tetapi tempatnya yang bernuansa muslim itu. Dia lalu mengajak saya pindah tempat makan siang ke Suis Butcher Steak House. “Tapi bagaimana dengan makanan yang sudah saya pesan ini?” tanya saya sambil mata saya arahkan ke makanan di hadapan saya. “saya habiskan dulu ya?” pinta saya dan dia tidak berkeberatan. Sambil menunggu saya makan dia minum jus mangga yang saya pesankan karena sepertinya untuk menuju ke counter memesannya saja dia terlihat sungkan. Sebetulnya bagi dirinya untuk bisa sampai masuk ke tempat yang baginya asing itu saja sudah suatu perjuangan.
    Selesai saya makan kami menuju ke mobilnya, mercedes S300. Dari mulai saya masuk ke dalam mobilnya hingga itu mobil bergerak menuju jl Dr Setiabudi tempat makan steak itu berada dia kerap memperhatikan gerak gerik saya. Ini membuat saya risih, hingga akhirnya saya tanya: ”kenapa Yong (panggilannya dari Liong)?”
    enggak apa apa sih, cuma gue heran saja kok lo kelihatannya biasa biasa saja naik ini mobil…”.
    memangnya  ini mobil apa, Yong?” tanya saya pura pura bego. Lalu saya lanjut tanya, “Apa bedanya dengan mobil yang jalan di depan kita itu?” tanya saya sambil menunjuk sebuah mobil Toyota Avanza di depan. “wah, gimana sih lo? Cupet amat pengetahuan lo. Jelas beda dong! Itu di depan sih mobil sejuta umat dan kalo ini mobil punya segelintir orang saja…” Saya jawab dengan beri “o” panjang.
    “…yang ini Mercy. Ga bisa dibandingin kemana mana sama itu mobil depan. Beda”. Kembali saya jawab dengan “o” panjang dan sepertinya dia kurang puas dengan jawaban saya yang cuma “o” bunder begitu.
    Singkatnya saya temani dia makan steak. Kali ini gantian saya hanya minum jus karena sudah kenyang makan di Salman tadi. Juga singkatnya intinya dia ketemu karena ingin saya kenalkan dengan pak B1 agar dia bisa memasukkan proyeknya. Saya bantu dengan menelpon anaknya pak B1, mas B dan dari telpon saya buatkan janji agar Liong bisa ketemu mas B.

    Setahun setelah saya ketemu Liong di Bandung itu, saya jalan jalan ke Tokyo bersama keluarga. Mumpung saya disana saya menyempatkan diri menemui salah satu konseptor perguruan – bapak Osamu Yoshihara. Sudah tentu saat bertemu beliau adalah kewajiban bagi saya, meskipun tidak beliau minta, untuk memberi yang terbaik buat beliau mengingat siapa beliau itu. Perguruan adalah kendaraan yang telah membawa saya sukses dan saya sebagai manusia yang tahu berterima kasih. Maka Yoshi-san saya traktir makan di resto Aragawa. Resto ini berada di ujung jalan yang agak gelap di basement sebuah gedung perkantoran di area bisnis yang disebut Shinbashi. Tidak ada pintu apalagi gerbang masuk yang eye catching dan tidak ada valet parking. Malah bisa dibilang seakan akan tidak ada pintu masuk, kesannya sangat ekslusif, memang hanya sedikit orang yang tahu.  Hanya ada pintu seperti rumah sakit dan begitu dibuka segera seorang Jepang muncul dari salah satu sudut di ruangan dalam itu yang kemudiannya menuntun saya ke pintu satu lagi yang juga tertutup rapat. Masuk ke dalamnya tidak ada musik, sepi, jadi kita harus bicaranya pelan pelan saja dan hanya ada 10 meja di situ.
    Image result for aragawa tokyo Shinbashi
    Aragawa – Shinbashi
    Kejadian menarik yang ingin saya ceritakan adalah sewaktu saya asyik ngobrol dengan Yoshi-san, tiba tiba perhatian saya tertuju pada seseorang yang masuk sebentar dari balik pintu tetapi dia hanya melihat lihat saja ke seisi ruangan itu dan hampir saja dia sudah mau membalikkan diri menuju keluar kalau saja tidak saya panggil. Pas matanya bertemu dengan mata saya langsung saya beri tanda, saya lambai lambaikan tangan saya. Orang itu tidak lain si Liong Chong. Dia menatap saya seperti tatapan kosong, penuh keheranan, terkesima. Sampai akhirnya saya memanggilnya dengan nada suara berbisik, karena memang sepi suasana di ruang itu. Barulah dia ”ngeh”, senyum dan mendatangi meja saya.
    eh, lu Wiek?” setelah menyapa rupanya masih juga setengahnya dia tidak bisa mempercayai apa yang dia lihat – saya. Segera saya perkenalkan Yoshi-san dan karena pembicaraan saya dengan Yoshi sudah selesai, teman Jepang saya ini sekalian undur diri. Jadilah kemudiannya hanya saya dan Liong satu meja.
    mau makan apa, Yong?” pertanyaan saya ini tidak dia jawab, malah dia balik tanya ”lu yang bayar makan dengan si Jepang tadi itu?”. Saya mengiyakan dan ini membuat tatapan matanya ke saya jadi aneh. ”Lu yang bayar?”. Kembali saya jawab ”iya. Kenapa memangnya?”
    Gila! Ini restoran mahal sedunia. Tahu lo? Per orang disini sekiar US$400! Rp 4 juta!”
    tahu” jawab saya singkat. Ya, ini adalah Aragawa Steak house yang terkenal dengan suguhan beef-nya dan termasuk 10 resto termahal di dunia.

    Mendadak hp saya berbunyi. Rupanya Memey, istri saya yang telpon dan dia minta saya segera menemuinya karena dia dan anak anak sudah selesai belanja. Segera saya minta tagihan ke waiter dan membayarnya, termasuk makanan dan minuman yang dipesan Liong. Kemudian saya pamit meninggalkannya. Kelihatan sekali sampai saya tutup balik pintu restoran itu saya masih melihat bagaimana wajah si Liong memandang saya dengan padangan penuh keheranan.
    Kemudiannya selang beberapa waktu kemudian waktu saya lagi di Indonesia dan ketemu seorang kawan SMA saya yang kebetulan juga temannya Liong. Kawan saya ini bilang bahwa Liong cerita ke semua teman teman soal ’keanehan’ yang ada pada diri seseorang bernama Wiwiek. 
    Sebetulnya moral dari kisah saya ini cukup satu: Don’t judge a book by its cover.
    Jika anda hanya berusaha menilai seseorang, maka anda tidak akan pernah dapat menyayangi mereka’ Kutipan dari Bunda Teresa.
    Jadi.. kenali seseorang dari hatinya, bukan dari penampilan luarnya saja.

    Wiwiek Setiawan

    0 comments:

    Post a Comment

    Note: Only a member of this blog may post a comment.