Nov 28, 2012
Awal pertemuan saya dengan Konseptor Unisyn, yang kini jadi coach saya cukup unik. Kejadiannya di bulan Juni tahun 2009. Pada sore itu, saya bertengkar dengan mama karena beliau tidak setuju pada hubungan cinta saya dengan Enzo. Usia saya di tahun itu masih 14th kelas 2 SMP sedangkan Enzo kelas 1 SMA. Mama berkeberatan karena saya masih dianggap belum waktunya pacaran. Karena sangat marah, saya segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saya biarkan diri saya berjalan menelusuri Blok M karena rumah orang tua saya memang tidak jauh dari Blok M, di jalan Panglima Polim – Blok M. Tanpa tujuan pasti. Namanya juga pikiran lagi kalut. Tidak terasa sampai di depan Ajihara, resto Jepang di jl Melawai 9. Saya memang suka sekali masakan Jepang. Saya, mama dan papa kerap keluar makan bersama di berbagai restoran Jepang menjadi kegiatan rutin.

Di dalam resto sudah ada beberapa orang Jepang. Di salah satu meja saya lihat ada seorang bapak, orang Indonesia, berkaca mata sedang asyik ngobrol dengan seorang gadis Jepang. Di sudut lainnya ada seorang pria kurang lebih umur yang sama dengan bapak tadi, sekitar 40an, duduk sendiri melamun. Saya pesan berbagai macam sushi dan sasimi. Saya habiskan mulai dari kerang coklat muda sebagai makanan pembukanya dan acar kimchi-nya juga saya lahap semua. Giliran saya melihat tagihan dan periksa dompet saya barulah saya menyadari bahwa saya sama sekali tidak membawa uang. Dompet saya tidak terbawa. Kartu kredit suplemen dari papa juga tidak ada. Semua tertingal di rumah, yang ada malah cuma kartu frequent flyer KrisFlyer dari Singapore Airline. Wajah saya sontak berubah merah dan menjadi sangat gugup tidak tahu harus bagaimana sebab hand phone juga tertingal di rumah. “mbak mau bayar pakai apa? Cash atau credit card?” si mbak pelayan semakin membuat saya ngeri. Tapi agaknya keadaan ini diperhatikan oleh seorang bapak yang dari tadi itu duduk melamun. Dia segera menghampiri meja saya dan berkata:”kenapa dik? Tidak bawa uang ya? Biar om yang bayar. Boleh?” saya hanya bisa mengangguk lemah. “Tapi adik mau ya temani minum sedikit?” kembali saya hanya bisa mengangguk. Apa boleh buat. Saya tidak punya pilihan. Begitulah, beberapa botol sake diletakkan di meja. Jujur sebetulnya saya bukanlah peminum. Menyentuhpun di rumah kalau sampai ketahuan mama dan papa sudah pasti dimarahi. Jadi terpaksalah saya minum.

Gelas pertama sengsara sekali saya berusaha meminumnya. Tapi setelah gelas ke 8 dan seterusnya saya tidak merasa apa apa lagi dan lebih tepatnya saya tidak ingat apa apa lagi. Tahu tahu saya baru bangun besok paginya dan mendapatkan diri saya di sebuah kamar hotel. Saya coba berusaha kuat bangkit dari tempat tidur dan keluar kamar. Pas kebetulan sekali saya lihat pintu kamar mandi terbuka dan seorang cewek yang masih mengenakan kamrias dengan handuk di kepalanya keluar dari balik pintu. Ia melihat saya dan tersenyum. Ternyata dia adalah cewek Jepang, ABG, yang tadi malam saya lihat sedang asyik ngobrol dengan seorang bapak. “Selamat pagi” sapanya dalam bahasa Indonesia cukup jelas. Saya membalasnya dan bertanya ini itu sampai saya bisa berada disini. Tapi dia tidak bisa menjawabnya, hanya bilang:”tunggu” karena keterbatasan bahasa Indonesianya. Dia kemudian menelpon seseorang dalam bahasa Inggris dan memberikan hpnya ke saya.Ternyata orang yang dia sambungkan adalah bapak yang tadi malam duduk semeja dengannya. Beliau menceritakan bahwa sewaktu saya mabuk tadi malam itu, pria yang membuatnya mabuk itu lagi berusaha memapah saya turun tapi kemudian dihalangi oleh bapak ini. Sempat terjadi cekcok sampai pemimpin restoran, yang kebetulan orang Jepang menengahi. Cewek Jepang ini yang kemudiannya saya tahu bernama Akane Miyazaki turut membantu meyakinkan pemimpin restoran untuk menghalangi pria tadi membawa saya dan sebaliknya Akane san yang meminta Duty Manager tersebut untuk membolehkannya membawa saya ke kamar hotelnya. Berhubung yang akan membawa seorang gadis juga dan sesama warga Jepang dengan pemimpin resto maka dengan mudah ia diizinkan membawa saya.

Akane Miyazaki
Singkatnya, saya hari itu diminta rileks saja menunggu sampai saya ketemu bapak itu di hotelnya Akane selesai jam kantor. Begitulah awal perkenalan saya dengan bapak ini yang kemudiannya saya jadikan panutan, orang yang saya selalu panggil E-kung (Eyang). Entah apa jadinya jika waktu itu saya tidak ditolong kedua orang ini. O ya, Akane san adalah salah satu murid eyang yang kemudiannya berguru dengan nci Aylen.
Di sore itu awal bertemu dengan eyang air mata saya berlinang.. ” Ada apa Dina?” Tanya eyang.
“Tidak apa-apa” saya hanya terharu jawab saya sambil mengeringkan air mata. “Bahkan, seorang yang baru saya kenalpun mau menutup pembayaran tagihan makanan saya di Ajihara plus berbotol botol sake itu. Tetapi? Mama saya sendiri, setelah bertengkar dengan saya, mengusir saya dari rumah dan mengatakan kepada saya agar jangan kembali lagi ke rumah “Orang yang baru saya kenal, tetapi begitu peduli dengan saya dibandingkan dengan ibu kandung sendiri” gumam saya.
Agaknya eyang mendengar perkataan saya Saya lihat beliau menarik nafas panjang dan berkata “Dina mengapa kamu berpikir seperti itu? Renungkanlah hal itu, saya hanya membayarkan makanan dan minuman kemarin tapi kamu begitu terharu. Ibumu telah memberimu makan dan minum dari mulai kamu kecil sampai saat ini, mengapa kamu tidak lebih berterima kasih kepadanya?”
Saya, terhenyak mendengar hal tsb. “Mengapa saya tidak berpikir tentang hal tsb? Untuk pembayaran makanan dan minuman dari org yang baru saya kenal, saya begitu berterima kasih, tetapi kepada ibu yang memberi saya makan dan minum selama bertahun-tahun, saya bahkan tidak memperlihatkan kepedulian kepadanya. Lalu hanya karena persoalan sepele, saya bertengkar dengannya.
Malam itu juga saya pamit kepada eyang dan Akane san, lalu saya menguatkan diri untuk segera pulang ke rumah. Saat berjalan ke rumah, saya memikirkan kata-kata yang harus diucapkan kepada mama. Begitu sampai di ambang pintu rumah, saya melihat mama dengan wajah letih dan cemas. Ketika mama melihat saya, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah “sayang kau sudah pulang, cepat masuklah, mama telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum tidur, makanan akan menjadi dingin jika kau tidak memakannya sekarang”. Pada saat itu saya tdk dapat menahan tangis dan saya menangis dihadapan mama.




