Money Talks

Posted on
  • Wednesday, May 16, 2012
  • by
  • Universal Synergy
  • in



  • Setia Kelana
    setia28
    Kali ini saya menuliskan kisah pribadi saya yang berbeda; mengenai kisah kasih saya sendiri.  Oh ya..yang belum kenal saya, nama saya Setia.  Pria sederhana yang tidak pernah dimengerti oleh para wanita yang pernah saya kenal, termasuk Viona  yang selalu tidak pernah menanggapi serius ketika  saya berkata cinta dan sayang,  bahkan ketika saya katakan ingin menikahinya. Viona tidak pernah mengganggap saya sebagai salah seorang pria yang spesial dalam hidupnya.
     Awal pertemuan saya dengan Viona dimulai sekitar tahun 2004, tahun dimana saya tinggal di rumah sepupu saya – ibu Pungky. Ibu ini punya Play Group khusus untuk orang Jepang bernama Midori yang terletak di jl Ulujami, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Kalau pagi hingga sore saya bertugas sebagai staff administrasi dan setelah sekolah tutup saya merangkap sebagai petugas kebersihan sekaligus penjaga sekolah. Artinya saya 24 jam ada di sekolah itu. Di hari itu Viona datang mewakili bossnya, orang Jepang, untuk mengambil raport anak bossnya itu. Disitulah saya berkenalan.  “ Ups, seketaris baru, cantik sekali, memang pintar si boss Jepang  ini,” kata hati saya. Namun  waktu itu saya tidak terlalu mengambil hati terhadap Viona.  Hubunganpun biasa biasa saja. Dia kemudiannya sering sms dan belum tentu saya balas karena belum tentu saya ada pulsa. Isi sms hanya tegur sapa layaknya berteman.  Namun kian hari, Viona saya rasakan semakin intens menghubungi saya dan dia mengajak makan malam bersama. Saya katakana apa adanya bahwa gaji saya di Midori hanya UMR dan jadinya tidak ada anggaran untuk makan berdua. Tetapi dia tidak percaya. Sebagai gantinya dia malah sering beli makanan untuk kemudiannya dimakan bersama sama di sekolah itu.
     Seiring waktu berjalan,  sayapun ternyata mulai menyukai Viona  dan haripun berganti hari, hubungan diantara kami terjalin sangat baik. Hingga akhirnya pada suatu Sabtu malam Minggu saya putuskan untuk datang ‘apel’ ke rumahnya. Wow, rumahnya! Di Jl Intan, Cilandak. Rumah mewah asri dan nyaman dua lantai.  Ada kolam renangnya, ada taman di halaman depan dan belakang.  Gazebo barbeque. Parkir untuk banyak mobil. Saya perkirakan luas bangunannya saja sekitar 800 m2.
    Bukan tentang rumah yang menjadi pokok kisah saya disini, melainkan ketika saya masuk keruang tamunya sudah ada di situ seorang pemuda seumur saya dengan dandanan keren sedang ngobrol dengan Viona. Melihat saya dating, bukannya Viona jadi senang, ia malah pasang muka cemberut dan berkata:”kenapa kamu datang ke sini tidak bilang dulu?” Ini kenalkan Bram”. Saya dan Bram saling jabat tangan. Terlihat sekali di wajah Bram ada kecemburuan meski dia beusaha menutup nutupinya. “Oh, maaf, Viona saya hanya ingin kasih kamu ini dan setelah ini saya pergi” Saya taruh bungkusan yang isinya coklat dari suatu merk yang dia suka, VH, produk Belanda dan tanpa basa basi saya langsung pamit. Anehnya karena saya segera langsung pulang, Viona kelihatan mukanya jadi semakin jengkel.\
    27540014_1571565776252313_7876324964093994707_n (1)

    Besok paginya Viona sms mau ketemu saya di sekolah di malam harinya. Saya oke saja. Malamnya dia datang dengan mobil yang biasa dia pakai, Toyota Camry. Lalu bukannya saya yang bertanya tanya ke dia siapa cowok kemarin itu dsb dsb malah kebalikannya dia marah kenapa saya langsung pulang begitu saja. Saya biarkan dulu Viona mengumpat sampai selesai. Barulah saya tanya. “Vi, katanya kamu sayang saya?”. Dia jawab dengan mengangguk. “lalu si Bram itu bukannya cowok kamu juga?” dia jawab mengangguk lagi. “Loh, kalau memang kamu mencintai saya, kenapa kamu biarkan ada orang lain lagi yang kamu terima sebagai pacar?”. Inilah kemudiannya jawaban dari Viona yang tidak hanya membikin saya kaget tetapi juga saya anggap aneh bin ajaib.
    “Setia, kalau kamu benar benar sayang saya, sebagai cowok, kamu tunjukkan dong ke saya kamu itu serius”
    “Saya serius, tapi kamunya tidak serius kan?”
    “Saya serius, tapi saya ingin kamu tunjukkan kamu benar benar serius. Masak hanya karena ada Bram saja di rumah kemarin terusnya kamu mundur begitu saja?”
    Saya pusing mendengar penjelasannya dia itu, tapi saya tidak kurang akal saya beri pertanyaan yang kemudiannya membuka bagaimana dan siapa dirinya itu. Begini saja pertanyaan saya:”jadi, maksudmu, kamu ingin lihat diantara saya dan Bram yang mana yang lebih serius?”. Dahsyatnya dia jawab dengan mengiyakan. Lalu saya pastikan lagi dengan bertanya:”jadi maksudmu, kamu ingin mengadu saya dan Bram, kuat kuatan siapa yang serius dan pemenangnya berhak atas dirimu? Begitu?”. Eh, gilanya dia mengiyakan lagi. Akhirnya saya menutup pembicaraan malam itu cukup dengan mengatakan kepadanya:”Yah, kalau begitu anggap saja saya kalah, kurang derajat keseriusannya dibandingkan si Bram. Oke? Selamat malam”
    Dalam hidup baru saya tahu ternyata ada tipe perempuan yang semacam ini. Bangga jika dirinya diperebutkan.
     Sejak kejadian itu hubungan saya dan Viona maunya saya sih selesai saja. Ternyata info yang saya peroleh kelanjutannya, Viona memang belum lama menjalin hubungan cinta dengan Bram; setelah saya. Itu dia lakukan setelah dia betul betul tahu dan yakin bahwa saya ini ‘boke’ alias kantong tipis. Dia memacari Bram yang memang sekelas dalam  segi ekonomi dengan dirinya untuk perlahan lahan meninggalkan saya. Tetapi, masih ada tetapinya, menurut info lagi, kalau saja saya terus berusaha menunjukkan kegigihan, bisa jadi dia akan memilih saya. Namun bagi saya cukuplah sudah. Apapun alasannya, cinta Viona kepada saya tidaklah tulus.
    27545703_1572414152834142_2869242841409848044_n
     Meski saya dan Viona tidak bisa sejalan, saya tetap memperlakukannya dengan baik sebagai teman. Kami  tetap menjalin komunikasi. Viona kerap menghubungi saya untuk berbagi cerita. Uniknya, kami terkadang berjalan berdua dengan keakraban, setidaknya hati  saya  sedikit terobatilah atas ulahnya yang mendua itu, tapi tetap saya bersikukuh tidak akan meningkatkan hubungan kami lagi menjadi hubungan cinta dan agaknya Viona menyadari itu. Sebetulnya dia kecewa berat dengan sikap saya itu. Cinta hanya bertepuk sebelah tangan.
    Viona selalu rutin datang ke tempat saya menginap di sekolah yang disediakan bu Pungky berupa sebuah kamar.  Kamipun ngobrol bahkan Viona tidak sungkan mencuci pakaian saya yang kotor. Viona pun kadang kadang tidur tiduran di kamar  saya meski saya sedang keluar buat cari bisnis. Karena dia minta menduplikatkan kunci kamar tersebut. Namun demikian saya berpegang teguh pada agama. Saya tidak ingin menyentuhnya.
    Entah mengapa suatu ketika saya ada perasaan aneh melihat Viona. Saya beranikan diri bertanya “Kamu hamil ya Viona,” tanya saya.  “ Tidaklah, lihat ini perut saya  biasa aja,” jawabnya sambil mengangkat bajunya setengah badan memperlihatkan perutnya.  Sayapun bertanya lagi. “Siapa yang menghamili kamu Viona?”. Iapun mempertahankan argument nya dengan tidak mengakui hingga  saya memberanikan diri memegang salah satu bagian tubuhnya. “Kamu hamil, siapa yang melakukannya?” tanya saya yang terus mendesaknya dengan tegas. Akhirnya iapun mengakuinya  telah melakukannya dengan Bram.
    ” Tidak mungkin jadilah, Setia. Kami cuma sekali berbuat lagi pula kan tembak luar,” ujarnya pucat. Untuk membantah tuduhan saya, Viona pun pulang dan akan mengujinya dengan alat uji kehamilan.
    Pagi harinya, Viona pun datang kembali ke tempat  saya dengan bercururan air mata. “iya betul,  saya hamil,” ucapnya.  Sayapun berusaha menenangkanya dan kami bertukarpikiran mencari jalan keluarnya. Viona pun malam itu tidur di sekolah tanpa  saya temani. “Kamu tidurlah disini, saya tidur tempat teman, nanti tidak enak sama ibu Pungky,” ujar saya memberi pengertian. Menjelang pagi  saya kembali ke kamar dengan membawa makanan untuknya. Dia terus menangis menyesali apa yang sudah terjadi.  ” Tidak bisa tidur  saya,” ujarnya.  Sayapun memberi saran pada Viona agar si Bram itu harus bertanggung jawab. Bicaralah dengannya baik baik,” saran saya.
       Meski keluarga Viona marah besar, namun akhirnya Viona dinikahkan dua minggu kemudian dengan Bram.  Tahun pertama dirasakan sangat bahagia oleh Viona. Sayangnya tahun tahun berikutnya, Bram ternyata bukanlah suami yang baik. Ia pergi meninggalkan Viona dengan seorang bayi perempuan yang cantik, diberi nama Mirna. Ternyata Bram ingin menikah lagi.
    Sejak itu  Viona menjadi lebih sering menelepon saya mencurahkan segala isi hatinya yang sangat sakit.  Saya menganjurkan Viona untuk menceraikan suaminya itu.  Entah kenapa, mungkin karena rasa iba, saya beranikan diri mengatakan  saya siap menikahi Viona dan menjadi bapak anak itu. Saya juga mengatakan akan sanggup membahagiakanya meski penghasilan saya hanya cukup untuk makan sehari hari. Namun Viona selalu menolaknya. Dia lebih memilih keadaan seperti ini karena Bram memang bukan saja berasal dari keluarga kaya tetapi juga penghasilan bulanannya dari bisnis keluarga sangat besar. Terus terangnya saya sedikit ada rasa kecewa. Apalah saya ini…nothing. Money talks.
       Sejak saat itu, pintu hati saya terbuka lebar untuk semua wanita yang serius ingin menjadi istri saya. Tuhan mungkin sudah menggariskan kemudiannya saya bertemu dengan teman SMA saya – Meuthia Kusuma Gani. Namun dengan Viona mengetahui saya mulai punya pacar, ia tidak lagi mau mengunjungi saya di sekolah. Jadi kalau dia boleh, tapi kalau saya tidak boleh. Egoistis memang. Mungkin tambah lagi di hari terakhir kami bertemu di Midori, saya sempat terlontar kata kata seperti ini: “Viona, kamu begitu sangat cantik, bodoh sekali kamu mau saja ditelantarkan oleh laki laki itu,” kata saya.
    Selang waktu berlalu, saya dan Viona semakin  jarang berkomunikasi. Disamping saya mulai sibuk sebagai broker mengurus  pendanaan proyek. Adanya Meuthia disamping saya membuat Viona jadi sangat membenci  saya. Saya telpon tidak pernah diangkat bahkan SMS tidak pernah dibalasnya.
    Pernah suatu saat secara kebetulan saya melihat Viona sedang jalan jalan sendirian di Blok M. Saya teriak menyapanya dari seberang  jalan. “Viona,” teriak saya. Viona pun menoleh saya menunggu sambutan hangatnya, tapi kali ini Viona cepat cepat memalingkan wajahnya memberi isyarat jika ia sudah muak, jijik, benci, melihat senyum hangat saya.
    Setelah saya berkenalan dengan bapak Konseptor Unisyn, saya seakan akan menjadi  terbakar semangat. Saya  bertekad bahwa saya harus sukses dan hidup berhasil. Sikap Chynthia yang demikian justru saya dijadikan cambuk untuk maju dan maju. Sampai akhirnya usaha saya menunjukkan hasilnya. Saya berhasil menemukan seorang pendana yang tepat, bukan pendana ‘bodong’, bernama bapak Anis Advani. Dana tersebut digunakan sebagai modal investasi suatu mega proyek dan komisi untuk saya sangat besar. Meski hanya 2 ½% komisinya tapi berhubung nilai proyeknya luar biasa mengakibatkan jumlah komisi yang saya terima hingga lebih dari Rp 5 M. Uang itu kemudian saya putarkan mengikuti saran dari Coach saya, sang konseptor tersebut. Alhasil, saya mulai memperoleh penghasilan pasif setiap bulannya.
    Sampai suatu hari saya mendapat kabar dari temannya bu Pungky, orang Jepang mantan bossnya Viona bahwa Mirna sudah 3 bulan di sebuah rumah sakit besar di Jakarta. Ternyata anaknya ada kelainan jantung bawaan dari lahir. Ada kebocoran dari penyekatnya.  Menurut survey, terdapat 9 bayi menderita jantung bocor per seribu kelahiran. Karena sekatnya bocor maka terjadi percampuran antara darah kotor dan darah bersih. Inilah yang membuat jantung tidak bisa berfungsi secara normal. Metode pengobatan jantung bocor meliputi operasi jantung dimana dada akan dibedah atau dengan melakukan kateterisasi. Tetapi tidak semua pasien bocor jantung bisa dikateterisasi. Untuk anaknya Viona ini tidak bisa, karena letak kebocorannya agak dibawah akan sulit melakukan kateterisasi. Jadi pilihannya tetap harus dibedah terbuka.
    Persoalannya pada kasusnya Viona ini ternyata belum lama setelah Bram menikah lagi, bisnis orang tuanya Viona bangkrut. Perusahaannya terlibat hutang yang amat besar sehingga dan ini berakibat diujungnya harta kekayaan milik keluarga jadi ludes habis untuk menutup hutang tersebut. Sedangkan keberadaan Bram sudah entah dimana bersama istri barunya dan menjadi lengkap karena orang tua Bram sudah lama meninggal. Singkat kata, Viona tidak sanggup membayar segala tindakan penyembuhan dari rumah sakit, tidak punya uang dan tidak ada dari pihak keluarga yang bisa membantu.
    Kondisi saya waktu kejadian ini di tahun 2008 saya sudah Financial Freedom. Dalam suatu kesempatan konseling dengan pelatih, saya sampaikan keinginan saya untuk menanggung semua biaya penyembuhan Mirna. Saya beberapa kali pernah melihat Mirna. Saya jadi teringat dan turun rasa kasihan pada anak itu. Setelah diskusi cukup panjang, pelatih membolehkan saya bertindak. Maka tanpa berpikir 2x lagi, saya tutup seluruh biaya rumah sakit untuk Mirna baik yang sudah, sedang sampai selesai yang jika ditotal angkanya cukup fantastis. Akan tetapi saya terus berpesan kepada pihak rumah sakit untuk selalu menggunakan nama bu Pungky saja sebagai penanggung biaya. Sudah tentu saya kong kalikong dulu dengan bu Pungky.
    Alhamdulillah akhirnya Allah swt masih berkenan memperpanjang usia Mirna. Selanjutnya Viona menjadi akrab dengan bu Pungky. Ia sering main ke rumah bu Pungky dan setiap kali ketemu bu Pungky, Mirna selalu dibawa serta. Namun anehnya, sepatah katapun Viona tidak pernah menanyakan mengenai keadaan saya. Basa basipun tidak.
    Sampai di hari keberangkatan saya menuju Sydney untuk keliah di sana. Sesuai dengan kesepakatan antara saya dan bu Pungky, saat itulah bu Pungky membuka rahasia tersebut. Karena beliau sejak awalnya sebetulnya tidak setuju kalau dirinya dijadikan tameng seperti itu. Beliau wanti wanti pesan akan membocorkannya suatu saat dan saatnya itu tibalah akhirnya.
    Kejadian selanjutnya mirip sinetron saja. Saya ada sedikit berharap bisa bertemu Viona sebelum boarding. Tetapi itu tidak terjadi. Dia terlambat datangnya. Saya sudah duduk dalam pesawat dan akan akan mematikan HP saya lihat ada panggilan telpon dari Viona. Ah, saya pikir percuma sajalah. HP saya matikan juga. Saya terbang meninggalkan tanah air justru dengan bisa ada senyuman kecil sambil bergumam mengikuti kata kata yang biasa diucapkan oleh Eyang (Aki) my coach:”misi kita sebagai manusia di muka bumi ini masih panjang. Akankah kau berkata:’ah, ngantuk…..’.
    Teman, terkadang orang yang kita sakiti dan kita hina itu bisa jauh akan lebih sukses dari pada yang kita bayangkan …
    Terkadang orang yang di hina akan memakai hinaannya untuk mengapai sebuah kesuksesan …

    0 comments:

    Post a Comment

    Note: Only a member of this blog may post a comment.