
Hubungan pelatih dan siswanya tidaklah sesederhana yang mungkin orang pikirkan. Kalau anda pernah nonton film action, apa saja, Bourne atau James Bond, bagaimana kualitas pertalian hubungan itu setelah 2 orang melewati saat saat sulit bersama, dalam film laga lebih berupa pertarungan antara hidup dan mati.
Meskipun tidak seekstrim itu, tetapi mirip seperti itulah yg terjadi antara coach dengan student-nya. Sering terjadi, saat saat dimana kegagalan, kejatuhan sedang menimpa kita, bukan keluarga atau sahabat yg mendampingi. Mereka malah bisa jadi tidak tahu apa yg sedang terjadi pada diri kita karena mereka tidak kita kasih tahu. Lalu siapa disamping kita selain Tuhan? Coach! Di saat kita melihat kekosongan di depan, hanya coach yg meyakinkan kita ‘masih’ ada sesuatu didepan yg bisa kita gapai.
Perkenankanlah saya sedikit cerita pengalaman pribadi saya. Sewaktu di awal kerja saya harus melakukan 3 hal: 1. kerja, 2. ambil program doktoral dan 3. bisnis. Ini membuat saya teramat sibuk. Karena saya baru kerja tentunya tuntutan kerja juga tinggi. Untungnya perusahaan tempat saya kerja mengizinkan perusahaan sekaligus sebagai objek riset saya sebagai dasar disertasi. Bisnis juga baru awal dan saya manusia biasa yg hanya punya 24 jam sehari.
Bisalah dibayangkan, saya sering hanya tidur sejam atau tidak tidur sama sekali. Beruntung saya dilatih diperguruan ini untuk mengoptimalkan waktu istirahat melalui metode Deep Sleep dan makan mengikuti pola diet/puasa sehingga saya selalu bisa tampil prima.
Tapi tetap saja namanya kegagalan itu selalu terasa menyakitkan, meskipun sudah kita persiapkan sebelumnya mental kita. Itulah. Entah sudah berapa kali saya gagal, bisnis hancur. Kalaulah bisnis itu baru dibangun mungkin tidak terlalu terasa. Tapi ada beberapa usaha saya yang sudah meroket, membumbung tinggi, harus saya saksikan amblas dan sudah begitu belum cukup, amblasnya satu bisnis ternyata berefek domino. berdampak hancurnya beberapa usaha yang lain. Sangat sangat tidak mudah untuk bangkit memulai lagi sesuatu dari hampir nol. Tapi disitulah peran pelatih sangat besar.
Beliau selalu bilang, tidak ada di dunia bisnis dimulai dari nol lagi, selalu merupakan lanjutan proses sebelumnya, lanjutan proses belajar kita.
Saya pernah balik ke tanah air hanya untuk bertemu coach. Waktu ketemu sudah tidak bisa ngomong apa apa lagi, speechless, karena banyak usaha saya yg hancur. Saya sampai terduduk dilantai bersandar tembok, menangis; dan bilang ke pelatih saya ” I give up. Susi sudah tidak punya apa apa lagi sekarang”.
Coach saya terdiam sebentar lalu dia mendekat ke muka saya, natap mata saya sambil tanya: “mau berhenti sekarang? mau? Susi mau jadi bagian 10% penduduk dunia atau mau jadi yang 90%?”
Saya baru jawab ‘tapi…’ langsung dicut oleh coach dan bilang: kalau mau jadi bagian yg 10% hanya ada 2 pilihan: pilih sukses atau alasan, tapi tidak bisa dua duanya. Oke, pilih mana?”
Saya baru bilang 10% tapi Coach saya belagak tidak dengar dan jalan masuk ke kamar mandi, sampai saya harus ulangi bilang 10% berkali kali meyakinkan dia. Saya tidak tahu maunya apa dia, kemudian dia balik dan…ya ampun, dia bawa air seember, saya pikir untuk menyiram tanaman yang ada di pot, ternyata dia siram sekujur badan saya! dari kepala hingga seluruh badan dan baju saya basah kuyup. Saya sampai bengong tidak tahu harus berbuat apa.
Lalu beliau bilang lagi: ‘Sana balik ke Moskow dan jangan balik ke tanah air sebelum berhasil”

He he he…saat itu tentu dong perasaan saya yg lagi down bercampur dengan geram sekali ke pelatih saya. Mau deh rasanya menampar pipinya ribuan kali. Saya setengahnya lari meninggalkan tempat pelatih saya menginap dengan rasa muak dan sambil bawa sebuah buku yang dia sempatkan taruh di tas saya. Sepanjang perjalanan saya baca buku itu. Ternyata mengenai petualangan seorang bangsawan bernama Thariq bin Ziyad atau lebih dikenal dalam sejarah Spanyol sebagai legenda dengan sebutan Taric el Tuerto (Taric yang memiliki satu mata), adalah seorang jendral dari dinasti Umayyah yang memimpin penaklukan muslim atas wilayah Al-Andalus (Spanyol, Portugal, Andorra, Gibraltar dan sekitarnya) pada tahun 711 M.

Musim panas tahun 711 M (92 H) pasukan Thariq mendarat di Gibraltar (nama Gibraltar berasal dari bahasa Arab, Jabal Tariq yang artinya Gunung Thariq). Setelah pendaratan, ia memerintahkan untuk membakar semua kapal dan berpidato di depan anak buahnya untuk membangkitkan semangat mereka. Jadi sama artinya dengan Point of No Return.
Singkat cerita saya berhasil sukses mencapai posisi EF dibawah bimbingan coach tercinta. большое спасибо, мой дорогой тренер (Thanks a lot, coach my dear coach; sekarang Susi bisa termasuk 10%.

0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.