Sebongkah Batu Kusam

Posted on
  • Thursday, April 19, 2012
  • by
  • Universal Synergy
  • in

  • Author: Susiana Rusanti
    imageedit_1_6902361258
    Mungkin kisah hidup saya bisa menjelaskan kenapa kami semua berhutang budi.
    Alkisah, suatu hari seorang gadis berusia 13 th (SMP kelas 1) sedang menemani teman kakaknya yang kebetulan orang Rusia bernama Nadia Lebedev ke Bali . Nadia ini kesana karena kangen sudah lama tidak ketemu mantan kekasihnya yang sedang bekerja di sebuah hotel berbintang 5 di daerah Seminyak. Gadis ABG SMP kelas 1 itu bernama Susi, saya sendiri.
    Di awal pertemuan yang kemudian menjadi ukiran sejarah buat diri saya, sang calon guru menanyakan:”Susi, nanti cita citanya mau jadi apa?” ternyata beliau ini sering melontarkan pertanyaan ‘cita cita’ seperti itu ke banyak orang. Saya bingung harus jawab apa karena memang tidak tahu. Akhirnya saya katakan apa yang dulu waktu kecil menjadi cita cita saya, astronaut. Saya pikir beliau akan tertawa, eh ternyata tidak. Malah dia menimpali begini:”astronaut sudah banyak, kenapa tidak jadi kosmonaut?”. “Memangnya bisa orang seperti Susi ini kuliah di luar negeri?” tanya saya. “Kenapa tidak? Mau tahu caranya?”. Yah, namanya saya ini gadis kecil dari desa kecil di Cianjur sudah tentu mengangguk mau sekali meskipun terus terangnya waktu itu saya belum yakin. Tetapi itulah awal dari segalanya bagi saya, yang mengubah seorang Susi gadis desa menjadi Susi yang sekarang. Bisa diilustrasikan Pelatih saya ibarat menemukan sebongkah batu kusam di pinggir jalan. Meski hanya batu biasa, ia memungutnya dan menyimpannya baik-baik. Lalu setiap hari ia menggosok batu itu dengan hati-hati. Batu yang bukan permata itu dan karena terus digosok dan digosok, lama-kelamaan berubah menjadi mengkilat dan bersinar.
    Seorang Susi sampai akhirnya di daratan Moskow, Rusia, seorang diri, 100% sendiri, lalu mendaftar sendiri dan kulah di Universitas ternama disana ambil jurusan matematika. Ibarat guru saya kemudiannya membawa batu itu ke tukang permata untuk diolah menjadi sebuah liontin yang indah. 
    Jadi bagaikan keajaiban, di tangan ahlinya batu biasa itu berubah hingga menyerupai batu permata. Begitu berkilau dan sangat indah. Sang pelatih sekarang sungguh gembira melihat batu biasanya bisa berubah begitu rupa. Namun dia tidak ingin memamerkannya pada siapa pun yang dijumpainya. Apalagi sampai mengumbar ke semua orang:”tuh, hasil tempaan saya”
    Apakah saya sebagai obyek hasil gemblengannya kemudian bisa sampai lupa diri melupakan sang pelatih? Tentu tidak, karena saya punya iman.Namun yang menarik disini ialah setiap kali saya (termasuk teman teman EF lainnya) berusaha balas jasa kepada sang pelatih, berkatalah si kakek (Aki) pelatih ini, “Sadarilah semua hal yang telah kamu lalui itu adalah proses menuju keberhasilanmu. Dulu kamu segumpal arang dalam tanah berupa karbon. Setelah dihimpit, ditekan, digesek ribuan tahun kami menjadi intan. Lalu, setelah digosok hingga akhirnya menjadi mengkilat dan bernama berlian”.
    Keuletan kita itulah yang membuat diri kita lebih bernilai.
    Kesuksesan sejati itu selalu diraih melalui proses perjuangan yang panjang dan berliku. Saat kesuksesan sudah di tangan kita, bisa saja kita mengalami kemunduran, kegagalan, dan kebangkrutan. Tidak usah takut, hidup ini selalu berubah. Jika kita gagal, kita frustrasi; dan saat kita sukses, kita lupa diri. Inilah baru bencana yang sebenarnya. Selama kita bersedia berjuang dari awal lagi dan tekun menjalani langkah demi langkahnya, keberhasilan demi keberhasilan akan kembali pada kita. Dan kebahagiaan akan kembali kita 

    0 comments:

    Post a Comment

    Note: Only a member of this blog may post a comment.