Potensi Diri Manusia



Author: Sri Wardhani (Maribel)
9a4d8-sriwardhani
Maribel 
Awal pertemuan saya dengan Guru Besar perguruan ini adalah sangat kebetulan. Saya sedang berlibur menemui orang tua saya yang sedang tugas kuliah di UC Berkeley, di pantai timur tanjung San Fransisco, tahun 2000. Jarak dari SF ke LA relatif dekat dan saya lagi main sendirian ke Universal Studio. Disitu ketemu pak guru, karena sesama Asia langsung kenalan waktu masuk ke bis terbuka yang kemudiannya mendadak ‘diserang’ banjir yang meluncur deras dari tempat yang lebih tinggi (wahana di Universal Studio), atau diserang seekor hiu besar yang mendadak muncul dari dalam air; ha ha ha…. Sang guru tinggal di rumah sahabatnya di Mountrey Park, LA. Singkatnya, saya bilang besoknya ada acara ke Disney Land dan sebetulnya saya antara takut dan rugi ikuti permainan di setiap wahananya yang jelas jauh menyeramkan dibanding Dufan; maklum deh waktu itu masih ABG 15 tahun, sendirian lagi. Sosok guru ini dalam suatu kesempatan di hari itu menyerahkan sebuah batu kecil. Beliau bilang, “taruh ini di saku dan nanti kamu tidak takut deh”. Saya bawa dan ternyata benar, saya besoknya bisa ikuti semua wahana permainan tanpa rasa takut sedikitpun. Makanya selesai acara saya bergegas cari beliau ingin kembalikan batu itu. Tapi waktu ketemu di Airport, yang bikin saya terkejut beliau malah membuang batu itu. Tentulah saya tanya kenapa di buang. Beliau jawabnya santai: ‘ itu cuma batu biasa yang tidak ada apa apanya, tidak ada isinya, tidak ada gaibnya” Lalu tambahnya lagi “yang membuat kamu berani bukan batu itu tetapi diri kamu sendiri”. Saya selalu terkenang moment tersebut hingga sekarang.
Beliau waktu itu menjelaskan bahwa dengan titik fokus pada diri sendiri atau Self Empowering  sebetulnya dalam tiap manusia ada ‘naga’  besar yang tengah tidur terlelap dan  apabila si Naga itu dapat kita bangunkan maka tak satupun manusia yang dapat menahan laju perkembangan kematangan dan keberhasilan seseorang (baca: Tony Robbins. Awaken The Giant Within). Naga itu bernama Potensi Diri. Potensi Diri yang sangat besar yang telah Tuhan titipkan yang dapat membawa manusia pada pencapaian target dalam hidupnya sebagai hamba dan khalifah di muka bumi,  dalam rangka beribadah ke hadapan Tuhan.
Dibawah bimbingan beliau saya selalu sangat meyakini bahwa setiap pribadi terlahir sebagai sang Pemenang sejak dilahirkan, juga meyakini bahwa kesuksesan adalah milik setiap pribadi selama orang tsb bersungguh-sungguh mencapainya dengan menggunakan titik potensi terbaik yang ia miliki dan mampu memberdayakan semua potensi disekitarnya untuk meraih semua cita-cita yang ia targetkan. Karena kesuksesan adalah milik setiap orang maka beliau punya cita cita besar ingin bisa membuat banyak orang sukses tanpa harus membayar mahal, tanpa memikirkan kesuksesan dirinya sendiri.
Read More...

Sang Tokoh


Author: Mohamed Ashraf Khalaf Alla
Ashraf15
Sayang hasil fotonya tak bagus. Mau di foto ulang dilain harinya sang tokoh perguruan Unisyn yang berkaca mata ini sudah ogah melakukannya lagi.Ternyata jalan di atas bara api itu bukan monopoli NLP.
3530f-baraapi
dan jangankan jalan di atas yang panas (bara api), di atas yang dingin (air) juga harus bisa dong…
water walk
Weleh weleh weleh…
Read More...

Tidak Ada Makan Siang Gratis



Aylen Kwok
Aylen Kwok
‘ Barang siapa yang mengerjakan lebih dari apa yang dibayarkan kepadanya suatu saat akan menerima lebih dari apa yang ia kerjakan.”
Ada sebuah cerita tentang seorang raja yang suatu hari memanggil penasihatnya. Raja itu meminta kepada sang penasihat untuk menuliskan kebijakan-kebijakan pada zaman itu agar bisa dibaca oleh generasi mendatang. Setelah beberapa waktu, si penasihat datang menghadap Raja dengan membawa beberapa jilid kebijakan yang sudah ditulisnya. Setelah membacanya, sang Raja berpendapat bahwa kebijakan itu terlalu banyak dan rakyat pasti tidak bersedia membacanya. Sang penasihat memperbaiki tulisannya dan kembali menghadap Raja dengan satu jilid. Komentar Raja masih sama, “Terlalu banyak!”
Penasihat itu pun kembali memperbaiki kebijakannya. Setelah selesai, ia datang kepada Raja untuk membacakan satu kalimat penting.Hanya ini: “Tidak ada makan siang gratis,” katanya.
Raja mengangguk sambil berkata. “satu kalimat kebijakan itu sudah cukup untuk dibaca oleh generasi yang akan datang.” Rupanya mental cuma-cuma saat itu sudah sedemikian parahnya.
Pepatah lama mengatakan bahwa ada suatu harga yang harus dibayar untuk apa pun yang anda inginkan. Saya teringat beberapa tahun lalu, ketika saya belum mencapai EF.Dream Book yang sudah saya lengkapi dan saya serahkan ke Coach untuk di-review. Dream Book berisikan segala macam cita cita saya, apakah itu setahun, 5 tahun, 10 tahun, 10 ahun hingga 25 tahun ke depan  Selesai mengkaji seluruh Dream saya, Coach bertanya dengan satu kalimat saja, “Aylen ingin agar hampir semua atau seluruh Dream yang ada di dalam Dream Book ini tercapai”. Saya jawab singkat penuh semangat,” Mǒu xiē (Tentu)”. “Oke, kalau ingin mencapainya, itu sama halnya dengan ingin memperoleh sesuatu dengan cara ‘membeli’. Kita harus mau ‘membeli’nya atau dengan kata lain Aylen harus mau bayar harganya”.
Saya harus membayar impian saya tersebut dengan menghabiskan waktu berjam-jam, berbulan hingga bertahun tahun ditempa keras oleh pelatih sekaligus idola saya. Saya berjuang keras, boleh dibilang bukan lagi dengan cucuran air mata tapi sudah bercucuran darah. Sekalipun terkesan ekstrim namun kalau dicari arti harafiah juga demikianlah. Sering kali dalam latihan fisik yang keras seperti dalam cross country hiking dengan mengenakan military large shoes kaki saya berapa kali sampai cedera, luka berdarah. Naik turun gunung yang terkadang cukup curam dan jalannya tidak bersahabat.
Mungkin sebagian besar teman teman yang masih jauh dari posisi Financial Independent masih sulit membayangkan. Tapi tidak buat rekan rekan sejawat yang kini sudah berada di puncak EF. Cukup sedikit saya infokan bahwa nanti bila uang dan waktu sudah tidak lagi masalah, dimana anda sudah mencapai FF (Financial Freedom) tapi belum EF, maka pelatih akan menggembleng kita dengan tema program ‘Mother Nature’ yang disebut Adventure, dimana, karena kita sudah lebih dari sanggup keluar uang buat tiket pesawat, akomodasi dsb, kita akan latihan berdua (One on One) dengan pelatih di berbagai medan latihan. Dulu pelatih membawa saya latihan di medan salju di lereng gunung Alpen, Swiss dan dilain kesempatan di Qarun (Mesir) – padang pasir dimana dikedua tempat itu beda sangat ekstrim suhunya. Di kedua tempat itu hidung saya sama sama sampai mengeluarkan darah, satu karena dingin ekstrim dan satu lagi akibat panas ekstrim. Di awal awal pelatihan, dimana keluar uang masih selalu dihitung, saya dan pelatih hanya ambil tempat latihan apakah di gunung atau di pantai.
Dalam berlatih di perguruan Unisyn saya begitu bersemangatnya hingga sampai sampai Coach acap kali terpaksa harus mengingatkan saya untuk sedikit mengerem kuantitas dan kualitas pelatihan. Semangat api membara dalam tubuh, api kundalini sejalan dengan konsep spirit perguruan:”Burning inside Out and Freezing Outside in”. Hampir tiap hari saya perjuangkan karena saya sudah berprinsip tidak boleh ada sesuatupun yang bisa menghalangi saya meraih EF. Go Freedom or Die! Sampai sebegitunya.Padahal, banyak orang disekeliling saya, apakah itu orang tua, saudara apalagi teman teman yang di awalnya mengira saya ini jauh dari kemungkinan bisa lolos tahapan seleksi ujian ujian di Unisyn. Terutama sekali demi mereka melihat tubuh saya yang dianggap kelewat halus, lembut apalagi dari wajah saya. Mama tidak bosan bosannya mengingatkan saya agar berhati hati dalam menjaga wajah saya selama pelatihan yang keras itu. Mama sangat kuatir kalau kalau ‘kecantikan wajahmu’ demikian kerap mama katakan menjadi rusak meski sedikit saja. Padahal di perguruan ini kita diajarkan bahwa Inner beauty is much much more significant than the outer beauty.
Bagaimana jadinya setelah saya berhasil melalui berbagai tahapan keras ala militer itu? Unbelievable! Hasilnya sekarang bila saya menengok lagi ke belakang justru sungguh sangat tidak sebanding antara segala perjuangan keras jatuh bangun yang saya lakukan dengan segala sesuatu yang bisa saya nikmati di masa kini dari detik ke detik. Kalaupun misalnya saya disuruh mengulangi lagi tahapannya dari nol, dibuat 3x lebih kerasnya saya mau melakukannya. Tetap tidak sebanding antara Costs & Benefits.
Tidak ada yang cuma-cuma di dunia ini, termasuk untuk sebuah cita-cita. Anda harus berjuang dan berusaha sekeras-kerasnya untuk mencapainya. Ingatlah bahwa semakin besar harga yang anda bayar’ semakin besar pula hasil yang akan anda dapatkan. Jika kita bersedia melakukan sesuatu yang tidak ingin dilakukan orang lain, kita akan mendapatkan sesuatu yang tidak akan didapat oleh orang lain. Jika bersedia mempersiapkan sesuatu lebih dari orang lain, seperti rencana yang lebih matang dan bekerja lebih keras dari yang dilakukan orang lain, kita akan mendapatkan penghargaan yang tidak didapatkan orang lain.
Sungguh saya sering dibuat heran atas adanya beberapa orang di dunia ini yang punya pandangan selalu ingin sesedikit mungkin keluar upaya dalam kehidupan ini tetapi berharap bisa memperoleh penghasilan berupa kemakmuran yang berlimpah. Entah dari mana orang semacam itu sampai bisa punya pedoman semacam itu.
Justru karena Tuhan itu Maha Adil dan Maha Mengetahui dari pada kita, maka Tuhan tahu siapa siapa yang malas, siapa yang maunya pelit tenaga tidak mau berlelah lelah atau di sisi lain siapa siapa yang rajin, bekerja keras berjuang untuk hidup.
Read More...

Hari Hari Seorang Economically Free (EF)

Author: Susi Rusanti
Susi27b

Saya agak enggan menceritakan kisah kehidupan sehari hari seorang yang sudah mencapai EF karena itu sarat sekali dengan unsur show off. Namun karena rupanya keinginan publik yang terus saja penasaran desak saya menceritakannya,  jadinya okelah saya coba paparkan sedikit saja.
Jangankan keadaan Economically Free (EF), keadaan 2 step sebelum itu saja – FF (Financial Freedom) untuk seorang siswa Unisyn itu kondisinya jauh tidak sama dibanding keadaan orang orang yang berhasil FF di lingkungan lain; apakah itu seorang FF bernama Bill Gates atau seorang Crown atau Diamond bernama Robert Angkasa (Amway). Intinya mereka yang berhasil ultra kaya bukan dari jalur institusi tempat saya berguru (Unisyn) bisa jauh lebih bebas menikmati kekayaannya. Leluasa beli barang barang mewah apakah itu Rolls Royce atau mansion di Beverly Hills misalnya. Kami tidak diperkenankan untuk itu. Kami harus patuh bergaya hidup sederhana namun itu sama sekali tidak masalah bagi kami.
Contohnya diri saya ini. Di Jakarta saya tidak punya mobil. Kemana mana pakai mobil dinas dari perusahaan tempat saya bekerja – Porsche Macan. Lo? Masih bekerja? Ya, betul. Beberapa diantara kami yg sudah EF memang masih bekerja tetapi bukan karena ‘terpaksa”. Lo? Betul. Tapi bedanya kami ‘terpaksa’ karena ada rasa tidak enak dengan boss kami. Makin bingung kan? Kami, contohnya saya dan kakak ke 1 – Dewi R sebetulnya sudah lama meminta undur diri dari instansi tempat kami bekerja. Tapi, saya contohnya, begitu saya nyatakan resign malah di’nobatkan’ jadi anggota Dewan Komisaris, dikasih saham dan saya terus dipaksa ‘dengan hormat’ agar mau menerima saham itu. Sebab boss saya tahu benar bagaimana prestasi kerja saya selama ini di perusahaan itu. Demikian juga rekan Dewi R. Dia minta pensiun dipercepat, eh malah dinaikkan pangkatnya dan kalau nolak dianggap melawan atasan. Susah deh.
Image result for porsche macan picture
Kembali soal mobil. Saya punya mobil satu saja di tanah air ini. Saya taruh di kampung tempat saya dilahirkan. Cukup Ford Escape 4WD yang saya beli bekas dari teman saya yang sedang butuh uang dan waktu itu baru 6 bulan dia pakai. Tentunya sudah lebih dulu konsul dengan coach saya.
Pakaian? Kami semua ikuti titah Sang Guru: pakailah pakaian yang enak dan cocok buat diri kita pakai, bukan untuk dipamerkan. Jadi sewaktu teman teman saya maksa ajak saya antri Mango di Plaza Indonesia, saya menemani saja tapi ogah antri seperti mereka. Lebih baik saya lakukan Window Shopping. Jadi, rekan rekan Infinity, berbesar hatilah karena sayapun juga lakukan Win Shop hngga sekarang ini dan juga sering di Plaza Indonesia. Teman teman yang antri obral Mango heran dan mengira saya tidak punya uang buat beli sekualitas Mango itu karena waktu mereka tanya, saya cukup dengan santai saya jawab mau antri beli Mango di pasar tradisional saja….. Saya cari yang rasanya manis.
Perhiasan? Saya tidak punya karena always saya pakai imitasi saja. Sudah tentu ini bikin dicibir teman teman saya yang gold minded atau jewelry minded. Biar sajalah…. Jadi saya tidak punya emas? Saya punya mas namanya mas BP tercinta, coach saya bahkan bisa disebut batu Aki…he he he..bercanda tentunya. Tapi memang kami para EF dari Unisyn semua punya emas, yang batangan atau logam mulia platinum, tapi kami belum pernah lihat barangnya seumur hidup kami. Lo? Ya buat apa. Toh kami punya sertifikatnya, asli, yang kami simpan di bank. Kalau kami mau jual atau beli nambah? Cukup sertifikatnya itu saja bukan? Tidak perlu gotong gotong barangnya…
Loh? Kalau begitu kapan dong bisa menikmati hasil jerih payah selama ini? Tenang…akan saya jelaskan kemudian.
Kebanyakan orang, terutama OKB (Orang Kaya Baru) itu berusaha memiliki mobil mentereng dilengkapi atribut yang menempel di badannya untuk apa sih? Orang orang seperti ini mabuk kepayang setiap detiknya setiap kali orang orang di sekelilingnya berdecak kagum melihat ia datang dengan mobil Ferrari, ada jam Rolex emas di tangannya, tas Prada…pokoknya dari ujung rambut hingga ujung jari kakinya dibalut barang bermerk terkenal. Lalu….saya pernah iseng lakukan test terhadap salah satu tipe orang yang seperti ini (kebanyakan orang) dengan berpura pura tidak tahu bahwa, misalnya, jam yang dia pakai itu harganya sangat mahal. Saya pernah dengan santai berlagak bego bilang ke teman saya yang lagi memakai jam tangan Chopard seharga milyaran rupiah, begini:”jam kamu bagus, Ratih (nama teman saya itu). Ini jam ex impor yang banyak di Mangga dua itu ya?” Waaaah, dia sontak melihat saya dengan pandangan penuh kebencian, mengejek dan lengkap dengan bentuk bibirnya yang jadi nyinyir, merendahkan saya….
Dari sinilah kemudiannya cukup banyak yang mempertanyakan apakah kami, para EF cetakan Unisyn ini, bisa tidak membeli jam sejenis Chopard itu? Dengan ini saya mewakili seluruh rekan EF Unisyn menjawab: BISA SEKALI, tapi kami punya pertanyaan selanjutnya: buat apa?
Image result for maslow hierarchy
Mereka kaum the haves yang menyengaja pamerkan kemana mana ‘punya’ barang barang mewah itu sekedar memenuhi  rasa (feeling) self eteeemed to be a person, kalau kita kaitkan dengan hirarki dari Maslow. Ingin agar dirinya diakui, dianggap WAH. Sekedar memuaskan rasa kebanggaan dalam diri mereka, rasa ‘lebih’. Tatapan mata silau dari orang disekeliling yang memandang orang orang inilah yang membuat diri orang kaya seperti ini seakan akan baju yang sedang mereka pakai mendadak terasa jadi sempit. Sebaliknya mereka sangat menderita kalau pas kumpul dengan orang orang yang ‘tidak tahu’ mana barang mahal dan mana yang kelas murah.
Oke, memang hingga sampai di tulisan ini masih belum menjawab bagaimana jadinya seorang EF produksiUnisyn bisa menikmati hasil jerih payahnya. Saya Tanya dulu lagi sebelum menjawabnya. Apakah jika poin poin di atas itu dihilangkan seperti kondisi kami ini jadinya membuat seorang kaya jadi menderita? Apakah kenikmatan menjadi kaya itu hanya bisa diserap rasa bahagianya dengan menunjukkan ke publik ‘punya’ barang barang mewah???
Kini saya mulai ceritakan kehidupan saya sehari hari.
Related image
Bangun pagi memang kami wajib bangun jam 5 atau 4 atau kurang dari itu dimana saja kami berada untuk melakukan shalat subuh, setelah sebelumnya tidur sebentar cukup 2 jam saja (dari jam 3 pagi). Selesai itu saya olah raga rutin yang biasa kami sebutOptimizer, tapi ada Personal Trainer yang selalu mendampingi kami dimanapun kami berada. Ya kami punya team pribadi yang diantaranya terdiri dari lawyer yang bersertifikat internasional. Ada sekretaris dan akuntanpribadi. Bahkan sampai body guard dari berbagai kesatuan militer dan polisi menjadi kelengkapan yang wajib. Mau berenang atau tenis atau olah raga yang biasa jadi fasilitas hotel bintang 5?  Bisa dong. Karena setiap malam kami tidur atau bangun pagi hampir selalu di kamar hotel minimal bintang 5 di setiap tempat yang kami kunjungi. Kenapa tidak beli rumah mewah saja? Lagi, kami tanya balik: buat apa? Rumah hanyalah perlu untuk seseorang yang bermukim lama di suatu tempat. Jadi kami ini sepertinya nomaden. Kasihan kami ya?
Image result for travel around the world
Tapi kami tidak berpindah dari satu kota ke kota lain atau antar propinsi atau pinjam istilah coach saya: inter insuler. Bukan. Kami berpindah selalu dari satu Negara ke Negara lainnya. Sekedar contoh: saya pernah sarapan pagi jam 7 di Singapore. Kemudiannya makan siang ke siangan, jam 14 di Osaka, Jepang. Lalu segera terbang lagi dan makan malamnya jam 19 di seoul, Korea Selatan. Lalu saya kangen ingin ketemu coach saya yang kebetulan sedang berada di Los Angeles. Jadi malam itu saya tidurnya di pesawat dan jam 7 sudah sarapan pagi, karena sedang tidak puasa, di LA. Eh, dijadwal saya harus menengok adik saya, Naomi, yang sedang jalan jalan bersama teman temannya di Toronto,  Kanada.  Jadi setelah ketemu coach saya terbang mengejar jam 13 dan makan siang bareng Naomi di Toronto. Bagaimana malamnya? Saya harus segera terbang lagi karena ada RUPS di Reykijavik, Iceland. Jadi saya makan malam jam 18 disana. Melelahkan? Itu hanya contoh pas kebetulan jadwal saya padat. La, kan katanya sudah Time Freedom? Betul. Jadwal saya padat tapi itu saya yang buat sendiri, bukan dijadwal oleh boss saya. Kalau saya mau di hari itu total santai juga bisa. Karena sering hingga berbulan bulan saya ikut program kapal pesiar keliling Eropa misalnya. Nah, itu kan artinya selama dalam program itu saya tidak bisa pindah dari kapal itu dong? Kenapa tidak? Sekalipun prosedurnya harus berbulan bulan ikuti rute kapal itu kalau pas jadwalnya saya harus menemui my beloved coach, Aki, maka saya akan lepas landas dari kapal itu terbang dengan heli ke lapangan terbang terdekat. Lalu, selama saya terbang kemana mana itu di kelas manakah di pesawat itu? Sudah pasti apakah itu First Class atau minimalBusiness Class, tapi yang jelas bukan di cattle class (kelas ternak – economy class). Tapi masih beramai ramai kan? Maksudnya masih di pesawat komersial kan?
Betul, tetapi sesuatu yang membedakan kami dengan mereka yang biasa terbang di First Class atau Business Class adalah kami ini para EF punya kebebasan. Maksudnya? Contohnya kejadian yang baru saja. Saya harus memeriksa belt (sabuk) para siswa dari infinity Club. Karena sabuknya belum juga siap jadinya saya terpaksa menunggu hingga akhirnya sampai saya cancel flight-nya dan saya re-fund. Bisa dong karena saya tidak pernah beli tiket yang fixed date lengkap dengan segala keterbatasan seperti non refundable non indorsable dan segala non non lainnya yang bikin tidak leluasa bergerak, tapi murah. Tidak. Tiket saya selalu Open. Nah, pada kasus tadi, saya tinggal telpon sekretaris saya disini dan Sabtu paginya saya tinggal meluncur ke Halim naik pesawat carter. Disitulah namanya kemudahan, karena money talks.
Jadi, masihkah kami para EF Unisyn ini tidak bisa menikmati hasil jerih payah yang telah selama ini kami bangun? Kenapa tidak. Kami selalu bangun hampir tiap minggu di negara yang berbeda dan di hotel bintang 5 yang selalu berbeda.
Image result for chartered flightKemudian setiap hari kami berwisata melihat tempat tempat yang indah dan selalu berbedaselalu baru. Bisa makan enak, kalau mau, tapi kami tidak mau. Bisa beli souvenir souvenir kecil dari setiap lokasi yang kami kunjungi tanpa harus mikir dulu setiap kali akan membelinya. Kalau ada semacam anekdot bahwa para Diamond mlm dalam waktu 5 tahun passpornya akan oenuh dan harus ganti, kami para EF bisa dalam waktu kurang dari 2 tahun sudah harus ganti passport. Karena, para Diamond itu harus menunggu dulu jadwal kapan keberangkatan yang disusun oleh perusahaan networking mereka. Kami? EF Unisyn? Itulah selalu kesibukan kami setiap minggunya: menyusun jadwal bepergian dalam 2 tahun hingga 5 tahun ke depan; jadwal yang kami susun sendiri. Kembali, bedanya, para Diamond mlm disusun jadwalnya oleh perusahaan dan mereka berangkat ramai ramai dengan sesame Diamond, sedangkan kami menyusun sendiri jadwal tinggal sekretaris dan team yang membuat segala sesuatunya diwujudkan dan kami tinggal menunjuk siapa siapa saja yang akan kami ajak berwisata, termasuk team kami itu, mulai dari personal trainer hingga pengacara; sekalipun mereka tentu wajar kalau tidak sekelas dalam perjalanan itu, kelas yang lebih murah, tapi kami bawa mereka semua.

Bagaimana? Tidak inginkah anda menjadi seorang EF?
Semoga bisa memotivasi anda.

Thanks God, Thanks Unisyn, Thanks my beloved coach –
Read More...

Bahaya Laten


Sonny05
Sonny W Wicaksono
Banyak orang beranggapan bahwa dengan gaji atau penghasilannya yang dari wiraswasta sudah cukup besar terusnya berpikir dirinya tidak lama lagi bisa memperoleh Financial Freedom, dimana uang yang akan bekerja untuk kita bukan sebaliknya seperti kebanyakan orang. Mungkin ini bisa jadi perhatian buat anda yang sudah beruntung memperoleh penghasilan bulanan yang cukup besar, agar direnungkan kembali. Bagaimana caranya uang yang anda peroleh itu bisa disulap agar bekerja untuk anda atau sering dinamakan Passive Income? Apa formulanya?
Okelah penghasilan anda besar. Lalu? Anda tabungkan. Lalu?
Berapakah bunga deposito Rp sekarang ini? 1/2% per bulan atau 6%/tahun. Let’s say, anda ingin punya minimal Rp 10 juta/bulan dari bunganya saja. Berapa simpanan pokok yg harus anda punya di bank?  Jawabnya: Rp 2 Milyar. Taruhlah penghasilan anda di atas rata rata orang, apakah berupa dari gaji atau wiraswasta; sehingga anda sanggup menyisihkan Rp 50 juta/bulan setelah seluruh pengeluaran rutin dan non rutin bulanan telah anda bayarkan. Sebelum lanjut, pertanyaannya: Bisakah? Bisakah anda lakukan itu? Menyisihkan hingga Rp 50 juta sebulannya. Karena jika jawaban anda ‘bisa’ itu artinya penghasilan bulanan anda paling tidak Rp 100 juta/bulan. Mari kita buat ilustrasinya:
  • Rp 50 juta/bulan > Rp 600 juta/tahun > hampir 4 tahun: ya, sepertinya anda bisa setelah th ke 4 berhenti kerja
  • Rp 25 juta/bulan > Rp 300 juta/tahun > 7 tahun: mungkin anda bisa mengejarnya
  • Rp 12.5 juta/bulan > Rp 150 juta/tahun > 14 tahun lagi. Bisa?
Jangan lupa adanya inflasi dan pajak atas bunga deposito.
Persoalan lain adalah masalah Opportunity Cost. Orang, dalam keadaan terjepit problem finansial umumnya jadi gelap mata dan tidak ada waktu buat memikirkan hal hal lain selain masalah keuangannya. Oke, bisa dimengerti. Tapi apa yg kemudian dilakukan setelah masalahnya lewat, bisa teratasi? SANTAI. inilah sudah sifat manusia. Kami para siswa perguruan Unisyn senantiasa sudah distel di otak kami bahwa: setiap kali kamu merasa nyaman itu berarti ketidak nyamanan (Latent danger) sudah mengintai dan tinggal hitung hari untuk berhadapan dengannya. Apa yang terjadi biasanya ketika suatu musibah datang dan sang manusia belum menyiapkan dirinya untuk menghadapi musibah tersebut? Bisa panik, putus asa hingga berakhir pada 2 kemungkinan: masuk rumah sakit jiwa atau kuburan.
Dalam kenyamanan sebetulnya ada ketidaknyamanan. Bukankah dalam agamapun juga disebutkan bahwa: dibalik kesusahan ada kemudahan? ada dalam tiada dan tidak ada tetapi ada.
Sayang, manusia, sudah dianugerahkan pikiran tetapi sering enggan menggunakannya.
Read More...

Your Coach Line is Your Life Line


Author: Susiana Rusanti
Susi27b
Hubungan pelatih dan siswanya tidaklah sesederhana yang mungkin orang pikirkan. Kalau anda pernah nonton film action, apa saja, Bourne atau James Bond, bagaimana kualitas pertalian hubungan itu setelah 2 orang melewati saat saat sulit bersama, dalam film laga lebih berupa pertarungan antara hidup dan mati.
Meskipun tidak seekstrim itu, tetapi mirip seperti itulah yg terjadi antara coach dengan student-nya. Sering terjadi, saat saat dimana kegagalan, kejatuhan sedang menimpa kita, bukan keluarga atau sahabat yg mendampingi. Mereka malah bisa jadi tidak tahu apa yg sedang terjadi pada diri kita karena mereka tidak kita kasih tahu. Lalu siapa disamping kita selain Tuhan? Coach! Di saat kita melihat kekosongan di depan, hanya coach yg meyakinkan kita ‘masih’ ada sesuatu didepan yg bisa kita gapai.
Perkenankanlah saya sedikit cerita pengalaman pribadi saya. Sewaktu di awal kerja saya harus melakukan 3 hal: 1. kerja, 2. ambil program doktoral dan 3. bisnis. Ini membuat saya teramat sibuk. Karena saya baru kerja tentunya tuntutan kerja juga tinggi. Untungnya perusahaan tempat saya kerja mengizinkan perusahaan sekaligus sebagai objek riset saya sebagai dasar disertasi. Bisnis juga baru awal dan saya manusia biasa yg hanya punya 24 jam sehari.
Bisalah dibayangkan, saya sering hanya tidur sejam atau tidak tidur sama sekali. Beruntung saya dilatih diperguruan ini untuk mengoptimalkan waktu istirahat melalui metode Deep Sleep dan makan mengikuti pola diet/puasa sehingga saya selalu bisa tampil prima.
Tapi tetap saja namanya kegagalan itu selalu terasa menyakitkan, meskipun sudah kita persiapkan sebelumnya mental kita. Itulah. Entah sudah berapa kali saya gagal, bisnis hancur. Kalaulah bisnis itu baru dibangun mungkin tidak terlalu terasa. Tapi ada beberapa usaha saya yang sudah meroket, membumbung tinggi, harus saya saksikan amblas dan sudah begitu belum cukup, amblasnya satu bisnis ternyata berefek domino. berdampak hancurnya beberapa usaha yang lain. Sangat sangat tidak mudah untuk bangkit memulai lagi sesuatu dari hampir nol. Tapi disitulah peran pelatih sangat besar.
Beliau selalu bilang, tidak ada di dunia bisnis dimulai dari nol lagi, selalu merupakan lanjutan proses sebelumnya, lanjutan proses belajar kita.
Saya pernah balik ke tanah air hanya untuk bertemu coach. Waktu ketemu sudah tidak bisa ngomong apa apa lagi, speechless, karena banyak usaha saya yg hancur. Saya sampai terduduk dilantai bersandar tembok, menangis; dan bilang ke pelatih saya ” I give up. Susi sudah tidak punya apa apa lagi sekarang”.
Coach saya terdiam sebentar lalu dia mendekat ke muka saya, natap mata saya sambil tanya: “mau berhenti sekarang? mau? Susi mau jadi bagian 10% penduduk dunia atau mau jadi yang 90%?”
Saya baru jawab ‘tapi…’ langsung dicut oleh coach dan bilang: kalau mau jadi bagian yg 10% hanya ada 2 pilihan: pilih sukses atau alasan, tapi tidak bisa dua duanya. Oke, pilih mana?”
Saya baru bilang 10% tapi Coach saya belagak tidak dengar dan jalan masuk ke kamar mandi, sampai saya harus ulangi bilang 10% berkali kali meyakinkan dia. Saya tidak tahu maunya apa dia, kemudian dia balik dan…ya ampun, dia bawa air seember, saya pikir untuk menyiram tanaman yang ada di pot, ternyata dia siram sekujur badan saya! dari kepala hingga seluruh badan dan baju saya basah kuyup. Saya sampai bengong tidak tahu harus berbuat apa.
Lalu beliau bilang lagi: ‘Sana balik ke Moskow dan jangan balik ke tanah air sebelum berhasil”
He he he…saat itu tentu dong perasaan saya yg lagi down bercampur dengan geram sekali ke pelatih saya. Mau deh rasanya menampar pipinya ribuan kali.  Saya setengahnya lari meninggalkan tempat pelatih saya menginap dengan rasa muak dan sambil bawa sebuah buku yang dia sempatkan taruh di tas saya. Sepanjang perjalanan saya baca buku itu. Ternyata mengenai petualangan seorang bangsawan bernama Thariq bin Ziyad atau lebih dikenal dalam sejarah Spanyol sebagai legenda dengan sebutan Taric el Tuerto (Taric yang memiliki satu mata), adalah seorang jendral dari dinasti Umayyah yang memimpin penaklukan muslim atas wilayah Al-Andalus (Spanyol, Portugal, Andorra, Gibraltar dan sekitarnya) pada tahun 711 M.
Musim panas tahun 711 M (92 H)  pasukan Thariq mendarat di Gibraltar (nama Gibraltar berasal dari bahasa Arab, Jabal Tariq yang artinya Gunung Thariq). Setelah pendaratan, ia memerintahkan untuk membakar semua kapal dan berpidato di depan anak buahnya untuk membangkitkan semangat mereka. Jadi sama artinya dengan Point of No Return.
Singkat cerita saya berhasil sukses mencapai posisi EF dibawah bimbingan coach tercinta. большое спасибо, мой дорогой тренер (Thanks a lot, coach my dear coach; sekarang Susi bisa termasuk 10%.
Read More...